Mangku Budiasa. (BP/dok)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Pembahasan pencabutan Peraturan Daerah (Perda) No. 15 Tahun 1998 tentang Kawasan Jalur Hijau akhirnya berlanjut ke tingkat pandangan umum fraksi sampai pada paripurna. Meski setuju, DPRD Buleleng mendesak pemerintah daerah memberi jaminan agar lokasi jalur hijau yang sekarang tersisa tidak akan beralih fungsi.

Jaminan ini dituangan dalam bentuk regulasi, sehingga menjawab kekhawatiran alihfungsi yang tidak terkendali setelah perda jalur hijau dicabut dan tidak berlaku lagi. Demikian terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara gabungan komisi dengan eksekutif di gedung DPRD Selasa (18/9).

Rapat dipimpin Ketua Dewan Gede Supriatna bersama Wakil Ketua Ketut Susila Umbara dan Wakil Ketua Made Adi Purnawijaya. Sementara, eksekutif dipimpin Sekkab Buleleng Ir. Dewa Ketut Puspaka, M.P bersama pimpinan Organsiasi Perangkat Daerah (OPD).

Baca juga:  Investor Pemula, Ini 6 Hal Penting Wajib Kamu Ketahui Menurut Para Ahli

Dalam rapat itu, empat komisi mendukung pemerintah mencabut perda jalur hijau. Dukungan ini karena dari kajian teknis menyebut bahwa perda jalur hijau tidak lagi didukung dengan regulasi, baik di provinsi maupun pemerintah pusat. Selain itu, komisi perpandangan bahwa sejak perda jalur hijau diundangkan, regulasi ini seperti “macan kertas” alias tidak mampu mengendalikan laju alihfungsi lahan di Buleleng.

Terbukti, dari 61 lokasi yang ditetapkan menajdi kawasan jalur hijau, sekarang maish tersisa hanya enam lokasi. Puluhan lokasi jalur hijau sudah beralih fungsi.

Baca juga:  Wujudkan Bali Bebas Sampah Plastik, Gubernur Koster Ajak Implementasikan Pergub 97/2018

Ketua Komisi II Putu Mangku Budiasa mengatakan, berdasarkan fakta itu, perda jalur hijau ini layak dicabut. Sebagai regulasi pengganti, dia mendesak agar pemerintah daerah menjamin sisa kawasan jalur hijau itu dilindungi dengan regulasi terbaru.

Selain itu, lahan pertanian yang produktif juga perlu “dibentengi” dengan regulasi yang terbaru mulai dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan Peraturan Bupati (Perbup) yang dijadikan turunan terbawah regulasi ini. “Kami setuju mencabut perda jalur hijau ini dengan catatan sisa kawasan jalur hijau itu dijamin tidak akan dilanggar dan lahan pertanian produktif lain harus dijamin oleh pemeirntah agar tidak beralihfungsi,” jelasnya.

Baca juga:  Bamsoet Minta Pajak Sembako dan Pendidikan Dibatalkan

Senada diungkapkan Ketua Komisi I Putu Mangku Mertayasa. Pada intinya dia sependapat mencabut perda jalur hijau. Hanya saja untuk menghindari kekosongan hukum atau kegamangan regulasi, pemkab dituntut untuk segara memfinalisasi Perda RTRWK dan turunnya RDTR dan mensosialisasikan secara massif kepada semua komponen masyarakat.

Sementara itu, Skekab Buleleng Ir. Dewa Ketut Puspaka, MP mengatakan, RTRWK dan RDTR ini secara langsung mengatur masalah ruang terbuka hijau dan mengendalikan alih fungsi lahan. “Kami sepakat mengamankan lingkungan dan tetap memberi ruang investasi secara komprehensif dalam rangka menjaga kualitas lingkungan di daerah kita,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *