DENPASAR, BALIPOST.com – Komisi IV DPRD Bali membeber sejumlah masalah dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur prestasi SMA/SMK negeri. Diantaranya mengenai tidak jelasnya bobot piagam prestasi dan sistem input, adanya piagam palsu dan diloloskan, hingga dugaan “permainan” lantaran ada calon peserta didik yang memiliki piagam namun tidak diinput dalam sistem.

Hal ini terungkap dalam rapat kerja yang digelar Komisi IV bersama Dinas Pendidikan Provinsi Bali dan instansi terkait di gedung dewan, Jumat (22/6). Menariknya, ada pula orangtua calon peserta didik yang diajak serta mengikuti rapat. Secara kebetulan, mereka datang ke DPRD Bali untuk mengadukan masalah PPDB jalur prestasi.

Dalam hal ini, sang anak dengan prestasi juara 1 taekwondo tingkat internasional yang digelar BNN (instansi pemerintah, red) tidak diterima di salah satu SMA negeri di Denpasar. Sementara rekannya yang meraih juara 2 di ajang sama justru bisa lolos masuk sekolah itu lewat jalur prestasi.

“Itu karena informasinya lambat tentang prestasi yang digunakan pada awal pendaftaran. Tapi sekarang sudah clear, sudah direkomendasikan anak itu harus diterima, karena dalam ketentuan tidak boleh kita menganut sistem diskriminasi. Masak yang nomor 2 diterima, nomor 1 tidak diterima,” ujar Anggota Komisi IV DPRD Bali, I Made Dauh Wijana usai rapat.

Baca juga:  Hari Ini, Gubernur Berikan Penjelasan Tiga Ranperda

Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta mengatakan, sistem atau mekanisme PPDB 2018 sebetulnya bisa dikatakan yang terbaik bila dibandingkan tahun lalu. Hanya saja, kuota atau daya tampung untuk jalur prestasi jauh berkurang dari 20 persen menjadi maksimal 5 persen.

Hal ini menyebabkan banyak anak-anak berprestasi yang akhirnya tidak terjangkau atau tidak lolos seleksi. “Kalau dari sisi sistem lebih bagus yang sekarang dari tahun yang lalu. Ada memang salah input atau salah verifikasi, atau informasi yang terbatas diberikan kepada tim verifikasi sehingga dia tidak mampu memberikan input yang pas kepada sistem. Tapi itu kasuistis,” ujarnya.

Parta menambahkan, sistem PPDB tahun ini membuat persebaran anak-anak pintar menjadi lebih merata. Dengan adanya zonasi misalnya, anak-anak dapat menempuh pendidikan di sekolah terdekat.

Selain itu, ‘kasta-kasta’ sekolah juga bisa dihilangkan sehingga calon peserta didik tidak hanya berebut masuk sekolah tertentu saja. Imbasnya, hal ini akan mengangkat kualitas pendidikan di seluruh Bali.

Baca juga:  Sebelum Dibekuk, Pelaku Todong Kasir Minimarket Dengan Pisau Berkarat

“Tahap kedua, tugas Pemprov Bali adalah menyebarkan guru-guru yang selama ini pintar-pintar numpuk di satu SMA ke seluruh Bali,” imbuh Politisi PDIP ini.

Selanjutnya, kata Parta, Pemprov juga bertugas untuk menyamakan kualitas sarana prasarana di SMA/SMK se-Bali yang sebelumnya hanya bagus di kota-kota besar. Kemudian untuk persoalan KK, pihaknya meminta agar Dinas Pendidikan membuat kebijakan berupa surat keterangan.

Terutama bagi anak-anak yang sejak lama sudah menetap di satu daerah misalnya Denpasar, namun orangtua mereka belum mengurus perpindahan KK atau KTP dari daerah asalnya ke Denpasar sesuai amanat Undang-undang tentang Administrasi Kependudukan. “Untuk KK, tahun 2018 ini saja masih kita berikan toleransi. Tapi toleransi ini tidak berlaku di tahun 2019,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali TIA Kusuma Wardhani mengatakan, PPDB jalur prestasi telah ditutup. Tercatat ada 3.852 pendaftar, dengan jumlah yang diterima 1.462 orang.

Baca juga:  Pasar Modern Diminta Bentuk Satgas Khusus COVID-19

Jumlah peserta didik yang diterima itu masih dibawah daya tampung maksimal 5 persen atau 1.968. Itu artinya, masih ada sisa kuota sebanyak 506. “Misi Permendikbud No.14 Tahun 2018, tidak ada kasta-kasta dalam sekolah. Tapi yang terjadi, hampir merata di sekolah pinggiran tidak ada anak berprestasi sehingga kuota tersisa,” ujarnya.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab tak menampik bila ada sekolah yang tidak puas dengan sistem PPDB jalur prestasi. Pasalnya, siswa yang diterima sekolah berdasarkan sistem, ada yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi keunggulan sekolah itu.

Misalnya sekolah yang selama ini unggul di bidang akademis, justru lebih banyak menerima siswa berprestasi di bidang non akademis. Belum lagi dari segi kuota yang hanya dibatasi 5 persen. “Saya kira itu sudah dipertimbangkan oleh Dinas Pendidikan untuk menyebar anak-anak yang berprestasi di daerah. Kalau diterima terlalu banyak, semua akan lari ke kota. Itu juga membuat jomplang prestasi di daerah masing-masing,” ujarnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *