Pedagang ayam sedang memotong ayam. Pedagang ayam kini kesulitan memperoleh ayam pedaging karena terbatasnya stok. (BP/san)

TABANAN, BALIPOST.com – Harga ayam pedaging di tingkat peternak saat ini mencapai titik tertinggi yaitu Rp 25.000 per kilogramnya. Hal ini seiring dengan terbatasnya stok ayam pedaging di tingkat peternak. Meski harganya menggiurkan namun peternak kesulitan untuk bisa menghasilkan ayam dengan bobot ideal sesuai umurnya karena hilangnya kandungan AGP (antibiotic growth promoters) dalam pakan.

Karenanya untuk mencapai bobot ayam pedaging yang ideal, peternak didesak untuk memutar otak mencari jalan lain. Salah satu peternak ayam di Penebel, Dewi Trisna, Senin (23/4) mengatakan, karena ketiadaan kandungan AGP dalam pakan menyebabkan bobot ayam saat panen tidak ideal dan tidak memenuhi permintaan pasar. “Sekarang ini usia ayam 35 hari bobotnya maksimal 1,9 kilogram. Biasanya jika mengandung AGP bisa mencapai 2,2 kilogram,” ujarnya.

Baca juga:  Tabanan Laporkan Belasan Kasus COVID-19 Baru, Korban Jiwa Juga Tambah

Selain bobot yang tidak ideal ketiadaan AGP juga menyebabkan banyak ayam sakit. Dewi melanjutkan saat ini peternak sedang memikirkan cara lain untuk bisa memenuhi bobot ideal tersebut. “Entah dengan penambahan vitamin atau makanan herbal. Masih mencari-cari cara. Saat ini mana peternak yang kreatif, dia bisa meraup untung ditengah kenaikan harga ayam sekarang,” ujar Dewi.

Meski demikian ia memprediksi jika peternak mencari jalan lain dengan cara menambah pakan serta membeli vitamin tambahan, akan menambah biaya operasional selain membeli pakan. Karenanya harga yang baik saat ini tidak akan membuat peternak mendapat untung yang besar. “Kalau harus beli lagi makanan tambahan atau vitamin tentu menambah biaya operasional. Untungnya pun tidak banyak meski harga naik. Disisi lain langkah kreatif yang tidak memerlukan biaya operasional tinggi sampai sekarang belum ada,” jelasnya.

Baca juga:  Turun Drastis, Populasi Ternak Ayam Petelur di Tabanan

Sebagai peternak, Dewi hanya berharap agar pemerintah bisa memikirkan cara yang bisa menguntungkan dua belah pihak, baik konsumen maupun peternak. Sebab, selama ini kenaikan dan turunnnya harga ayam bisa sangat drastis dan tidak melihat biaya operasional yang dikeluarkan peternak.

Kelangkaan ayam pedaging ini diakui salah satu pedagang ayam di Pasar Dauh Pala, Yuni Novi (35). Warga asal Karangasem yang tinggal di Kerambitan ini mengaku ia sampai tidak berjualan selama dua hari karena kosongnya stok ayam pedaging.

Menurutnya, ketersediaan ayam pedaging sebenarnya ada di peternak, hanya dari segi bobot tidak bisa untuk dijual. Menurutnya minimal bobot ayam yang bisa ia jual adalah 1,4 kilogram berat hidup. “Minimal yang diambil pedagang itu berat hidupnya 1,4 kilogram. Karena setelah dipotong dan bersihkan beratnya bisa lah mencapai satu kilogram dan bisa dijual,” ujarnya.

Baca juga:  Pembangunan Pelabuhan Segi Tiga Emas Tergantung Anggaran Pusat

Jika tidak memenuhi berat ideal, Yuni mengaku lebih baik tidak jualan karena ia pasti rugi. Sebab, ayam dengan bobot yang kurang dari ideal biasanya tidak banyak dagingnya.

Pembeli tentu juga tidak mau membeli ayam yang kebanyakan tulang dibandingkan daging. Ia melanjutkan, agar bisa memenuhi bobot ideal, peternak saat ini memanen ayamnya lebih lama. Inilah yang menyebabkan kelangkaan stok di pasaran.

Biasanya menurut Yuni, ayam sudah dipanen saat usia 27 hari. Sekarang ini paling lama 35 hari dan itupun tidak banyak yang bobotnya ideal. Untuk harga sendiri, Yuni menjual ayam pedagingnya seharga Rp 40.000 perkilogramnya. (Wira Sanjiwani/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *