Ida Pedanda Gede Oka Sidanti semasa hidupnya. (BP/ist)

NEGARA, BALIPOST.com – Kepergian Ida Pedanda Gede Oka Sidanta alias Ida Bagus Gede Nuarda (60) dari Griya Gede Megati Taman Sari, Banjar Tibusambi, Desa Yehembang Kangin, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, yang lebar (meninggal dunia) tertimpa pohon pule di Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Sabtu (7/4) pagi meninggalkan duka mendalam. Kejadiaan naas itu, terjadi saat Ida Pedanda Oka Sidanta muput (memimpin) ritual nuhur taru (mengambil kayu) bahan tapel (topeng) Barong dan Rangda, Tapakan Ida Betara Sesuhanan Pura Puseh Desa Pakraman Munduk Anggrek Kaja, Banjar Munduk Anggrek Kaja, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana.

Kepergian Ida Pedanda ini meninggalkan istri, Ida Pedanda Istri Rai Oka (55) dan tiga orang anak, Ida Ayu Putu Murtini (39), Ida Ayu Kade Murdani (38), dan Ida Ayu Komang Gunarini (27). Sejumlah Ida Pedanda dari dua Griya di Desa Batuagung, Jembrana, yakni dari Griya Kusara dan dari Griya Megati juga melayat ke rumah duka.

Ida Ayu Kade Murdani ditemani suaminya, Ida Bagus Komang Susrama Megati, mengaku, tidak ada memiliki firasat apapun terkait musibah tersebut. Sebelum terjadi musibah itu, menurutnya, Ida Pedanda tampak beraktivitas seperti hari biasa.

Baca juga:  Ida Mpu Dharma Nila Wreksa "Lebar"

Dituturkan, Ida Pedanda pukul 05.00 sudah bangun untuk melakukan rutial nyurya suwana (berdoa pagi hari untuk mendoakan alam semesta). Kemudian berangkat muput ritual nuhur taru tersebut.

Murdani yang tinggal bersama sang suami di Banjar Sekar Kejula Kauh, Desa Yehembang Kauh, mengaku bermimpi kehilangan baju anaknya. Dalam mimpi itu, Ida Pedanda ikut berusaha mencarikan baju cucunya, dan tetap tidak ketemu.

Hanya saja, mimpi kehilangan baju tersebut, dirasakan biasa, dan tidak ada kaitan akan terjadi musibah tersebut. Dikatakan selain mimpi, sebenarnya salah satu pengiring (pengikut) Ida Pedanda, mengatakan bahwa sekitar dua hari lalu Ida Pedanda sempat mengatakan akan ada orang meninggal tertimpa pohon. “Tetapi, Ida katanya tidak bilang siapa, dan tiba-tiba Ida yang tertimpa,” ujarnya.

Murdani mengatakan, Ida Pedanda Oka Sidanta yang sewaktu welaka bernama Ida Bagus Kade Nuarda, dulunya merupakan pekerja serabutan. Almarhum menjadi welaka sekitar tahun 1980, dan didiksa menjadi Ida Peranda bersama sang istri melalui nabe (guru) Ida Pedanda dari Griya Gede Sibang, Badung, pada tahun 2002 lalu. “Sebenarnya, Ida aslinya dari Griya Megati di Desa Batuagung, Jembrana. Tetapi, Ida malinggih sebagai Pedanda di sini,” tambahnya.

Baca juga:  Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung Lebar

Untuk rangkaian upacara palebon Ida Pedanda, belum ditentukan pihak keluarga. Keluarga Griya setempat yang juga sudah rembug dengan keluarga dari Griya Megati, dan diputuskan untuk rangkaian upacara ataupun hari baiknya, akan diminta petunjuk sang nabe, Ida Pedanda dari Griya Sibang Gede.

Menurut rencana mereka akan ke Griya Sibang. “Sementara tadi sudah dilakukan panebusan (semacam ritual memanggil roh) di tempat kejadian sebagai rangkaian awal, sebelum nanti rangkaian upacara palebon,” ujarnya.

Bendesa Munduk Anggrek Kaja, I Made Artana, dikonfirmasi mengaku, berbela sungkawa dengan musibah yang menimpa Ida Pedanda. Ritual nuhur taru itu, merupakan rangkaian prosesi nedunan Tapakan Ida Betara Sesuhanan Pura Puseh Desa Pakraman Munduk Anggrek Kaja. Ada dua tapakan yang rencana dibuat, yakni Barong dan Rangda.

Menurutnya rangkaian prosesi nedunan Tapakan Ida Sesuhunan ini sudah hampir setahun direncanakan, dan pihaknya selalu meminta petunjuk Ida Pedanda (almarhum). Tetapi karena harus menunggu hari baik, dan beberapa kali terjadi halangan karena ada upacara lain, akhirnya nuhur turu itu baru terlaksana Sabtu (7/4).

Baca juga:  Peserta Lari Maraton Meninggal Dunia

Artana, mengatakan kejadian pohon roboh itu, sangat tidak terduga. Padahal, menurutnya, dua bongkahan kayu sebagai bahan tapel (topeng) Rangda dan Barong yang dicari itu, sudah dipilih bagian gempongnya (bagian kayu yang menonjol).

Pihaknya pun tidak mengerti, meski sudah dipilih khusus bagian gempong dengan naik hampir setinggi 5 meter, pohon berukuran raksasa itu tiba-tiba roboh. “Kami juga sangat menyesal sampai Ida Pedanda yang tertimpa,” ujarnya.

Pasca musibah tersebut, Artana pun mengaku sudah berusaha meminta petunjuk dari salah satu sulinggih atau Ida Pedanda di Mendoyo, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Dia juga disarankan agar mampralina (meleburkan) satu bongkahan kayu yang telah sementara telah didapat dari ritual nuhur taru tersebut, dan mengulang rangkaian tirual nuhur taru.

Rencana mencari dua bongkahan kayu, dan baru dapat satu. Sesuai petunjuk, bongkahan yang satu itu dipralina, dan sudah dihanyutkan di Pantai Yehembang. Untuk ritual terkait nedunan Ida Sesuhan, nanti akan dirapatkan di Desa, dan diulang kembali. Termasuk nantinya akan dibicarakan dengan pemilik kebun di tempat kejadian yang juga kebetulan sesama Bendesa, dan meminta petunjuk sulinggih untuk banten pecaruan di lokasi. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *