Fadli Zon dan Fahri Hamzah saat melakukan rapat dengan pemerintah terkait perkembangan di Papua. (BP/ist)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pemerintah memberikan laporan terkait perkembangan status Kejadian Luas Biasa (KLB) campak dan gizi buruk di Asmat, Papua dalam Rapat Konsultasi Pimpinan DPR bersama unsur Pimpinan terkait Komisi VIII, Komisi IX, serta Komisi X dengan Pemerintah yang diwakili sejumlah menteri terkait di Ruang Pansus B Gedung Nusantara II DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/2).

Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Koorkesra) Fahri Hamzah. Selain Fahri, rapat dihadiri Wakil Ketua DPR bidang Politik, Hukum dan Keamanan Fadli Zon, serta pimpinan komisi DPR terkait.

Sedangkan dari pemerintah dihadiri Menteri Sosial Idrus Marham, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohanna Yambise, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, dan perwakilan TNI dan Polri. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat, Kementerian Perhubungan dan perwakilan TNI dan Polri.

Baca juga:  Dugaan Kecurangan Dalam Proses Verfak Parpol, Pemerintah Diminta Panggil KPU

Fahri mengungkapkan selama ini dana otonomi khusus (otsus) Papua dan Papua Barat sejak 2002-2017 yang telah digelontorkan mencapai Rp 67,1 triliun. Selain itu, masih ada lagi dana tambahan infrastruktur yang besarnya mencapai Rp 19,3 triliun. Bahkan, untuk Tahun Anggaran 2018 ini, ada penambahan dana otsus untuk kedua provinsi tersebut sebesar Rp 5,6 triliun untuk Provinsi Papua dan Rp 2,4 triliun untuk Provinsi Papua Barat.

Fahri mempertanyakan dana sebesar itu kenyataannya tidak memberi dampak berarti dalam mengatasi angka kemiskinan, gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat, Papua. Karena faktanya, di Distrik Saminage Kabupaten Yahukimo KLB campak dan gizi buruk telah menewaskan 68 orang dan di Kabupaten Paniai juga menewaskan 41 bayi.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Terendah dalam 4 Bulan Terakhir

DPR mendesak pemerintah merancang kebijakan yang lebih komprehensif untuk mengatasi persoalan tersebut. “DPR juga mendorong pemerintah untuk segera melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kebijakan otonomi khusus Papua, khususnya terkait penggunaan dana otonomi khusus untuk kepentingan yang sangat nyata dampaknya bagi masyarakat,” katanya.

Menteri Sosial Idrus Marham menjelaskan dari hasil tinjauan di Asmat, Papua kondisi alam dan pola hidup masyarakat Asmat memang rentan mengundang penyakit. Masalah air misalnya. Idrus mengatakan banyaknya rawa-rawa sangat rentan menimbulkan penyakit, apalagi masyarakat setempat seringkali mengkomsumsi air dengan merebusnya terlebih dahulu. “Kondisi alam sebagian besar adalah rawa-rawa, rumah-rumah dan perkantoran serta rumah sakit dibangun di atas rawa-rawa. Kalau mau dikaitkan dengan masalah penyakit ini sangat rentan. Belum kita bicara budaya dan pola hidup mereka,” kata Idrus.

Baca juga:  Pemerintah Terima 4,4 Juta Dosis Vaksin Covid-19

Dari perkembangan terakhir monitoring yang dilakukan kementeriannya, Idrus mengatakan terdapat 22 dari 23 distrik dengan 196 kampung menyebar dan jumlah anak yang terlayani dan terdeteksi 12.883 dengan rincian yang meninggal 71 orang.

Menteri Perlindungan Perempuan dan Anak (Menteri PPPA) Yohana Yembise menambahkan, dari pengamatan secara langsung kementeriannya di Asmat, diketahui KLB campak dan gizi buruk berawal dari gaya hidup dan lingkungan setempat. “Kegiatan kami ke depan akan mengarah secara integrasi, yang kami lihat bahwa pasti munculnya itu di masalah kesehatan dan juga gizi. Kesehatan, gizi, semuanya ada hubungannya dengan gaya hidup di suku tertentu yang ada di tanah Papua,” ujar Yohana. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *