DENPASAR, BALIPOST.com – Penurunan produktivitas menulis yang cukup signifikan, khususnya generasi muda, kian mengkhawatirkan bagi dunia akademik. Padahal, menulis merupakan salah satu cara komunikasi mengungkapkan ide dan gagasan.

Oleh karena itu, cara komunikasi ini perlu dibangun lebih baik untuk menyelamatkan generasi muda dari era digitalisasi. Komunikasi dengan menulis dimulai dari membaca dan mendengar.

Dalam seminar yang diadakan Unitas Penalaran dan Jurnalistik Universitas Warmadewa (Unwar) pada Sabtu (23/12) membahas tentang hal tersebut dengan tema “Posisi Media Massa bagi Pemberdayaan Semangat Menulis Generasi Muda”

Pembicara dalam seminar tersebut yang juga penulis buku, Dr. Nyoman Yoga Segara memaparkan, budaya akademik Perguruan Tinggi (PT) mempengaruhi budaya menulis. Tapi budaya akademik sangat tergantung dari ada atau tidaknya budaya colonial dan feodal di dalamnya.

Baca juga:  SWI Kembali Hentikan 140 Fintech Tanpa Izin

Produktivitas menulis juga dipengaruhi oleh habbit dan passion. Menjadikan menulis sebagai sebuah kenikmatan dan kemerdekaan akan membuat orang produktif menulis.

Indonesia belum memiliki budaya membaca, sehingga minat membaca pun rendah. Dari 61 negara yang disurvei, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dalam hal membaca.

Hal itu juga dipengaruhi dengan buku yang diterbitkan masih sedikit dibandingkan Cina dan India yaitu hanya 18.000 judul per tahun. Problem tersebut yang membuat produktivitas menulis minim.

Padahal menulis (komunikasi) adalah salah satu dari 9 kecerdasan manusia. “Menulis adalah sebuah kecerdasan karena tidak semua orang bisa menulis,” ujarnya.

Pembicara lain yang juga wartawan Bali Post, ABG Satria Naradha memaparkan, dalam membangun bangsa dimulai dengan menyelamatkan generasi penerus bangsa dari satu sisi yang vital, yaitu komunikasi dan informasi. “Yang pada dasarnya dimulai dari menulis, membaca, mendengar, dan berbicara,” ujarnya.

Baca juga:  Dari Driver Ojol Dikeroyok hingga Banyak Warga Pikir Tanahnya Dilalui Jalur Tol

Bali Post yang berdiri sejak 1948 bernama Suluh Indonesia, tujuannya bukan untuk mengejar kemapanan ekonomi. Berdirinya Suluh Indonesia pada jaman penjajahan Jepang, berusaha mempertahankan dari sisi komunikasi dan informasi yang diadopsi dari pers Jepang. “Karena kita yakin jika sistem informasi dan komunikasinya kita pegang, Bali dan Indonesia bisa dipertahankan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan,” ujarnya.

Sejak dari lahir, Bali Post dengan tagline Pengemban Pengamal Pancasila telah dirintis sebagi media perjuangan. Kondisi generasi muda yang saat ini lebih menyukai sesuatu hal yang praktis menjadi konsen Bali Post saat ini. Yakni meningkatkan produktivitas menulis dalam menyampaikan pendapat dan gagasan.

Baca juga:  Guru Harus Miliki ATM

Selain itu saat ini juga Indonesia menghadapai tantangan era multimedia. Tantangan era multimedia ini pun dijawab dengan membuat berbagai media komunikasi dan informasi, seperti radio pada tahun 1998, TV pada tahun 2002, dan kini portal Bali Post www.balipost.com.

“Itu salah satu cara kita mengatasi masyarakat kita yang tidak mau bicara. Senjata informasi komunikasi kita ini, tidak hanya dengan edisi cetak, bisa dilakukan dengan radio, dan broadcasting. Kitalah juga yang mempelopori adanya TV-TV lokal di seluruh Indonesia,” bebernya.

KMB sebagai garda terdepan dalam memecahkan masalah, dimana era milenial orang yang membaca koran semakin sedikit, apalagi menulis. Masalah yang kedua adalah distribusi, dengan memanfaatkan berbagai media seperti radio, TV dan online, orang bisa membaca lebih cepat. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *