OTT
Sukarja. (BP/asa)
DENPASAR, BALIPOST.com – Drs. I Nyoman Sukarja, M.Si., terdakwa kasus operasi tangkap tangan (OTT), Rabu (20/12) dituntut hukuman pidana penjara selama satu tahun dua bulan (14 bulan). Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, terdakwa dinyatakan tidak terbukti dalam pasal 12 huruf e sebagaimana dalam dakwaan primair. Sehingga terdakwa lepas dari ancaman hukuman minimal empat tahun.

Jaksa penuntut umum (JPU) Hari Soetopo di depan majelis hakim pimpinan I Wayan Sukanila menyatakan terdakwa yang menjabat sebagai Kabid Perijinan dan Nonperijinan B di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Gianyar, tersebut terbukti bersalah dalam dakwaan subsider.

Terdakwa dijerat dalam pasal 11 UU RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999. Selain dituntut hukuman fisik selama setahun dua bulan, terdakwa Sukarja juga dituntut membayar denda Rp 50 juta subsider lima bulan kurungan.
Atas tuntutan tersebut, terdakwa yang didampingi kuasa hukumnya akan melakukan pembelaan atau pledoi dalam sidang berikutnya.

Baca juga:  Pelaku Balapan Liar Disergap Polisi

Sementara jaksa dari Kejati Bali dalam pertimbangan hukumnya, menyatakan terdakwa telah menerima uang pengurusan surat perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dari Taman Bebek Villa sebesar Rp 14.450.000., yang diterima dari Dewa Oka Nyoman Trisandi. Saksi Dewa Oka Nyoman Trisandi menegosiasikan pembayaran pada terdakwa karena ada petugas menginformasikan bahwa izin yang diurus saksi telah selesai. Dan saksi ditunggu terdakwa untuk pengambilan izinnya.

Baca juga:  Hasil Assessment BKN Belum Keluar, Tahapan Lelang Jabatan di Tabanan Tak Sesuai Jadwal

“Berdasarkan fakta hukum dan analisis yuridis, bahwa penuntut umum berpendapat bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur sebagaimana dalam dakwaan subsider pasal 11 UU Tipikor,” tandas jaksa.

Sebelumnya dalam persidangan memang muncul angka-angka yakni 15, 50 dan 75 yang awalnya di nilai sebagai kode pembayaran ilegal dalam pengurusan ijin di Gianyar. Sedangkan tersangka lain dalam perkara ini, I Ketut Mudana selaku kadis juga sempat dikonfrontir dengan penyidik kepolisian soal angka dimaksud, karena ada keterangan berubah-ubah.

Pertama keterangan Mudana dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar terungkap bahwa angka-angka tersebut ditulis saksi saat diperiksa penyidik Krimsus bernama Widia. Saksi mengaku bahwa angka (15,50 dan 75) itu ada artinya. Namun saat diperiksa penyidik atas nama Sarka, saksi kadis perijinan mengaku bahwa tulisannya itu tidak bermakna apa-apa.

Baca juga:  Dibantah, Kerugian Bali Karena Turunnya Jumlah Wisatawan Tiongkok Capai Triliunan Rupiah

Kadis mengaku hanya hobby menulis angka. Namun dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar, saksi mengatakan bahwa itu adalah sesuai SOP. Inilah yang kemudian disanksikan, baik oleh hakim, jaksa maupun tim kuasa hukum terdakwa Sukarja, apalagi dalam Peraturan Bupati Gianyar jelas disebut jangka waktu urus izin maksiml 14 hari.

Selain itu muncul juga misteri dua amplop perintah Mudana ke Sukarja, yang salah satunya untuk Gusti Made Madra, sebagaimana keterangan saksi polisi. (miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *