BANGLI, BALIPOST.com – Disabilitas bukan halangan untuk berwirausaha. Setidaknya hal itu telah dibuktikan sejumlah penyandang disabilitas di Bangli yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (Kube) Widura.

Sejak dua tahun terakhir, para penyandang disabilitas di kelompok usaha tersebut berwirausaha dengan memproduksi dan menjual dupa harum secara mandiri. Anggota Kelompok Kube Widura Komang Suyasni, Sabtu (9/12) menuturkan, usaha membuat dupa ini sudah dijalani dirinya bersama anggota kelompok Kube Widura lainnya sejak 2015 lalu. Sebelum terjun ke usaha pembuatan dupa, pada tahun 2014, dirinya bersama belasan anggota kelompok lainnya yang menjadi anggota yayasan penyandang cacat Bunga Bali, sempat mengikuti pelatihan membuat dupa yang digelar Dinas Sosial Kabupaten Bangli.

Setelah mengikuti pelatihan, mereka kemudian mendapat bantuan modal dari Pemerintah Pusat. Nilai bantuannya mencapai Rp 20 juta. “Bantuan itu lalu kami gunakan untuk modal usaha membuat dupa,” terangnya.

Baca juga:  Tumpek Uye, Momentum Guru Wisesa Berjalan Bersama Masyarakat Menjiwai Pelestarian Satwa

Wanita asal Desa Yangapi, Tembuku ini lanjut mengatakan, dupa yang diproduksinya selama ini terdiri dari dua macam, yakni dupa impor dan dupa lokal. Dalam kegiatan produksinya di sekretariat Yayasan Bunga Bali di Bangli, Kube Widura mengolah bahan yang sudah setengah jadi.

Hal itu dilakukan karena Kube Widura belum memiliki alat mesin untuk membuat dupa. “Kalau beli alatnya lumayan mahal. Harganya puluhan juta,” ungkapnya.

Suyasni mengatakan, bahan dupa setengah jadi dibelinya dari berbagai daerah seperti Gianyar dan Denpasar. Bahkan ada juga yang didatangkan dari Surabaya. Di Bangli, dupa setengah jadi itu kemudian diberi pengharum dan dikemas dalam berbagai ukuran.

Baca juga:  Soal Rencana Buka Pariwisata Internasional, Ini Kata Ketua Harian Satgas COVID-19 Bali

Dikatakan Suyasni, kegiatan produksi dupa biasanya dilakukan sebulan sekali. Dimana dalam satu kali produksi, dupa yang berhasil dibuat sekitar 1 kampil.

Dupa dengan merk Kube Widura itu dipasarkan secara mandiri oleh masing-masing anggota kelompok. Hasil penjualan yang telah dipotong keuntungan dikumpulkan kembali untuk dijadikan modal.

Lantaran dupa yang dijual diproduksi dengan cara mengolah bahan stengah jadi, diakui Suyasni keuntungan yang didapat sangat tipis. Menurut Suyasni, jika saja proses produksinya bisa dilakukan dari awal tentu keuntungannya bisa lebih dari yang didapat sekarang. “Untuk pemasaran sekarang agak menurun. Harapan kami dupa yang kami produksi bisa diserap di warung-warung,” kata wanita 37 tahun itu.

Baca juga:  Gubernur Koster Minta "Progress" Vaksinasi Dikebut

Selain membuat dupa, Suyasni juga mengungkapkan kelompok usahanya berencana membuat sarana upacara dari anyaman bambu, seperti klakat dan keranjang. Hanya saja sejauh ini hal itu baru sebatas rencana. “Pemasarannya, sudah ada teman yang mau memasarkan,” ujarnya.

Saat ini beberapa anggota Kube Widura juga mengisi harinya dengan berjualan canang, dan ada juga yang membuka usaha pijat di saat tidak sedang memproduksi dupa. Usaha yang selama ini dilakukan para penyandang disabilitas di Yayasan Bunga Bali, mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk menyekolahkan anak-anaknya. “Bagi teman-teman di sini lebih baik berkarya dari pada meminta-minta,” pungkasnya. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *