Gunung Agung yang berlokasi di Karangasem hingga saat ini masih berada di level III. (BP/dok)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Jumlah letusan yang terjadi pada Gunung Agung jumlahnya terus meningkat dari sebelumnya. Pada Sabtu (9/12 ) pada 12 jam terakhir mulai pukul 00-00 -12.00 terjadi sebanyak delapan kali erupsi dan delapan kali embusan.

Akibat erupsi dengan kepulan asap mencapai ketinggian 2.000 meter yang mengarah ke Barat Laut tu membuat wilayah Desa Ban, Kubu terkena paparan hujan lapili.

Perbekel Desa Ban, Kubu, I Wayan Potag mengungkapkan, hujan lapili tersebut sempat membuat dirinya serta masyarakat kaget. Sebab, hujan lapili sampai membuat atap seng di kediamannya bersuara. Kata dia, hujan lapili tersebut berlangsung singkat, atau kurang dari 1 menitan.

Baca juga:  Sering Dikeluhkan, Denpasar Belum Berencana Relokasi 2 TPSS Ini

“Seperti hujan abu, tapi lebih besar. Bentuknya bulat, dan menyerupai seperti pelor. Membuat atap seng sampai berbunyi. Setelah diambil dan diremukan jadi debu. Lapili itu sudah saya masukkan ke kantung plastik. Nanti biar bisa dicek oleh petugas untuk memastikan itu apa,” jelasnya.

Sementara, Kepala Bidang Mitigasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi I Gede Suantika menjelaskan, kemungkinan besar benda yang jatuh di Desa Ban yang berjarak 3 km dari puncak gunung Agung tersebut adalah lapili. Lapili adalah material vulkanik berupa abu, namun memiliki ukuran yang sedikit lebih besar. “Lapili keluar itu lumrah saat gunung mengalami erupsi. Tapi nanti akan kita pastikan lagi, dan kita ambil sampelnya,” jelas Suantika.

Baca juga:  Tokoh Masyarakat Pertanyakan KSPN Labuan Amuk

Sementara, Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung api Wilayah Timur PVMBG,  Devy Kamil Syahbana menjelaskan, butiran berwarna abu berbentuk bundar produk erupsi Gunung Agung di atas dalam istilah vulkanologi dinamakan accretionary lapilli. Ini dapat terbentuk pada kolom erupsi karena kondisi kelembaban dan gaya elektrostatis.

Kondisi yg dimaksud terjadi di saat material abu berinteraksi dengan air, bisa air dari kawah (sehingga ini sering diasosiasikan dengan letusan freatomagmatik). Tapi kelembaban ini juga bisa bersumber pada kondisi meteorologis, misal, abu yang disemburkan berinteraksi dengan awan hujan.

Baca juga:  Tambahan Harian Kasus COVID-19 Bali Masih di Atas 500, Kumulatifnya Sudah Capai 25 Ribu Orang

“Saat kondisi-kondisi itu terpenuhi maka kumpulan abu tersebut menjadi berbentuk bulat. Jadi itu sebenarnya masih abu tapi terkumpul jadi berbentuk granule,” tegas Devy Syahbana. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *