sampah
Perbekel Jatiluwih, I Nengah Kartika. (BP/bit)
TABANAN, BALIPOST.com – Persoalan sampah yang belum bisa teratasi secara maksimal di wilayah desa pakraman Jatiluwih, mendorong aparat desa terkait membuat sebuah kebijakan yang tertuang dalam bentuk Peraturan Desa.

Dalam Perdes No.8 tahun 2017 tersebut tegas diatur tentang kebersihan, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Jika dilanggar, aparat desa tidak segan memberikan sanksi mulai dari sanksi denda uang tunai sampai dengan sanksi tidak mendapatkan pelayanan administrasi apapun dari pemerintah desa Jatiluwih. “Perdes ini sudah kita kaji dengan melibatkan seluruh elemen dan lembaga, baik itu masyarakat desa setempat, pihak DTW Jatiluwih dan yang terkait lainnya,” beber Kepala Desa Jatiluwih I Nengah Kartika, Selasa (1/8).

Tidak hanya membuat Perdes, upaya mengatasi tingginya volume sampah di wilayah desa yang terkenal dengan destinasi pertaniannya ini, saat ini juga tengah berproses pembangunan TPS 3R (reuse, reduce, recycle) atau bank sampah yang berlokasi di perbatasan desa Jatiluwih dengan desa Mengesta, tepatnya di banjar Kesambahan Kelod. “Kita tidak punya pelaba, jadi lahan seluas 10 are untuk TPS 3R ini dibeli oleh desa bekerjasama dengan DTW Jatiluwih,” ucapnya.

Baca juga:  Penerima PKH dan BPNT di Bali Bertambah Signifikan

Keberadaan TPS 3R ini nantinya berfungsi sebagai bank sampah se-desa Jatiluwih, baik itu sampah dari rumah tangga, restoran, kafe dan usaha lainnya. Sedangkan untuk limbah cair yang dihasilkan, pihak desa juga telah mewajibkan bagi para pelaku usaha untuk membuat septic tank. Ini dilakukan agar limbah yang dihasilkan tidak sampai mencemari saluran irigasi yang dikhawatirkan berdampak pada sektor pertanian di wilayah desa Jatiluwih. Apalagi kawasan Jatiluwih sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia.

Baca juga:  Lembaga Hindu di Jembrana Juga Tolak Pembangunan SUTET

“Sampah-sampah itu nantinya akan diangkut oleh petugas tiga kali dalam seminggu, dan dipilah di TPS, disana nantinya akan dipilah mana yang bisa didaur ulang dan bisa dijual kembali. Konsepnya pariwisata berbasis kerakyatan,”jelasnya.

Ditegaskannya baik Perdes ataupun penyiapan TPS 3R ini memang merupakan solusi mengatasi permasalahan sampah yang sudah lama terjadi di kawasan desa Jatiluwih. Dan untuk keberhasilan kebijakan ini diperlukan kesadaran masyarakat dalam mentaati aturan yang sudah disepakati. Tidak salah jika dalam Perdes penanganan lingkungan tersebut berisi sejumlah sanksi bagi para pelanggar. Seperti, jika kedapatan membuang sampah sembarangan dikenakan sanksi Rp 25 ribu, membuang limbah ke saluran air sungai, denda Rp 50 ribu, pengusaha baik itu restoran, penginapan, warung dan pengusaha lainnya yang membuang limbah padat dan cair ke saluran irigasi dikenakan sanksi Rp 75 ribu, menaruh barang di badan jalan dan trotoar suangai Rp 75 ribu, membuang wadah pestisida sembarangan Rp 25 ribu, dan membuang limbah ternak Rp 75 ribu. “Bagi masyarakat yang melanggar dan tidak mau membayar sanksi dan tidak mengindahkan Perdes, maka yang bersangkutan tidak bisa mendapatkan pelayanan administrasi apapun dari pemerintah desa Jatiluwih,” pungkasnya.(puspawati/balipost)

Baca juga:  Masih Banyak Sungai Tercemari Sampah 

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *