Garam
Usaha telor asin di Desa Umasalakan, Banjarangkan. Kenaikan harga garam yang terjadi beberapa pekan belakangan sangat berdampak pada produksinya. (BP/sos)
SEMARAPURA, BALIPOST.com – Lonjakan harga garam yang terjadi beberapa pekan belakangan sebagai imbas kelangkaan cukup menghantam usaha telor asin di Kabupaten Klungkung. Atas kondisi tersebut, produsen terpaksa mengurangi produksi guna menghindari pembengkakan biaya.

Usaha telor asin salah satunya berada di Desa Umasalakan, Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung. Produksinya dalam sehari tergolong cukup banyak. Kualitasnya pun tak kalah saing dengan produk perajin di daerah lain. Namun, sejak beberapa pekan belakangan ini, usaha rumahan tersebut dibuat goyah dengan naiknya harga garam yang menjadi bahan utama sejak beberapa pekan belakangan. “Harga garam dari beberapa pekan naik dan cukup mahal. Itu sangat berdampak pada produksi,” ujar seorang produsen, I Wayan Tantra, Jumat (28/7).

Baca juga:  Harga Melambung, Ketersediaan Cabai Rawit Minus 1 Ton

Harga bumbu dapur bercitarasa asin itu, sambung dia mencapai Rp 250 ribu per sak, melonjak dari sebelumnya yang hanya Rp 180 ribu. Sementara untuk harga kiloan, kini menyentuh Rp 4.500, naik Rp 2 ribu dari harga sebelumnya. “Ini tergolong mahal. Itu karena langka. Yang dipakai sekarang sisa stok sebelumnya,” keluhnya.

Kondisi yang baru pertama kali terjadi itu diakui sangat memukul usahanya. Biaya yang dikeluarkan secara otomatis mengalami peningkatan. Atas hal itu, jumlah produksinya terpaksa dikurangi. Demikian juga dengan penggunaan garam. “Karena seperti itu, biaya otomatis naik,” ucap pria paruh baya ini.

Baca juga:  Ciptakan Sinergi Kesehatan dan Ekonomi dengan Prokes

Guna mengantisipasi kerugian, harga jual telor yang sebelumnya Rp 3 ribu per butir terpaksa dinaikkan menjadi Rp 3.500. Hal ini sedikitnya mempengaruhi penjualan ke pasar yang mengalami penurunan. “Kalau harga tidak naik, biaya tak tertutupi,” terangnya seraya berharap harga galam bisa segera normal.

Kelangkaan garam sebelumnya juga berdampak pada usaha pemindangan di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan. Bahkan, pasokan dari kawasan Madura, Jawa Timur nihil sejak dua bulan lalu. Kini, dalam berproduksi hanya bergantung pada garam Bima, Nusa Tenggara Barat. Penggunaan garam lokal Kusamba juga tak bisa dilakukan. Sebab harganya sangat mahal dan produksinya terbatas, tidak mampu memenuhi kebutuhan. (sosiawan/balipost)

Baca juga:  Kurang, Peran Pariwisata Sejahterakan "Krama" Bali
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *