kekeringan
Nyoman Swatantra. (BP/mud)
SINGARAJA, BALIPOST.com- Menginjak musim kemarau tahun ini Dinas Pertanian (Distan) Buleleng mulai memetakan sawah yang rawan mengalami kekeringan. Salah satunya, persawahan di Kecamatan Gerokgak masuk kategori lahan yang rawan mengalami kekeringan. Ini karena minimnya sumber-sumber mata air untuk menopang usaha tani baik tanaman padi maupun palawija.

Di Kecamatan Gerokgak lahan pertanian produktif terdiri dari sawah seluas 541 hektar, jagung 4.290 hektar, kacang tanah 432 hektar, dan 1.239 hektar lahan ditanami cabai rawit. Untuk memenuhi pasokan air, seluruh lahan pertanian itu ditopng dari jaringan irigasi dari Bandungan Gerokgak.

Sumber pengairan stau-satunya itu sejak dahulu tidak mampu memenuhi kebutuhan irigasi untuk lahan pertanian di daerah ini. Tak pelak, setiap musim kemarau seperti sekarang ini lahan pertanian di Buleleng barat tersebut masuk kategori rawan mengalami kekeringan.

Baca juga:  Pemda Se-Bali Sepakat Memproses Insentif Fiskal untuk Spa

Kepala Dinas Pertanian (Distan) Buleleng Nyoman Swatantra Senin (24/4) tidak menampik jika lahan di Buleleng barat masuk kategori rawan kekeringan. Dia mengatakan, situasi rawan kekeringan itu terjadi setiap tahun. Pemerintah sejauh ini telah melakukan beberapa upaya antisipasi jangan sampai ancaman itu memunculkan gagal panen.

“Di sana memang setiap tahun lahannya rawan kekeringan karena memang sumber mata airnya sedikit, sehingga ketersedian air tidak memenuhi seluruh lahan baik yang ditanami padi maupun palawija,” katanya.

Menurut Swatantra, pencegahan kekeringan yang dilakuakn rutin adalah bantuan pembuatan sumur tanah dangkal. Sumur ini dibuat untuk sawah di dataran rendah dengan kedalaman rata-rata 14 hingga 25 meter. Selain pembuatan sumur, pemerintah juga rutin menyalurkan bantuan pengadaan mesin pompa air.

Baca juga:  Tandai Pergantian Tahun, Wali Kota Rai Mantra Tiup Sangkala

Seperti tahun 2017 ini melalui sumber Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 2,9 miliar untuk bantuan pembuatan sumur tanah dangkal di 15 lokasi dan beberapa kegiatan fisik lain. Di samping itu, melalui alokasi dana Tugas Pembantuan (TP) pemerintah membantu petani untuk perbaikan jaringan irigasi, pengembangan padi In-HIbrida dan sejumlah program lain dengan nilai anggaran senilai Rp 1,4 miliar. “Bantuan ini rutin dan setiap tahun kita arahkan untuk mengatasi ancaman kekeringan itu,” katanya.

Jika di lahan rawan kekeringan diantisipasi dengan sarana dan prasarana, namun mengantisipasi gagal panen selain karena kekeringan juga diantisipasi dengan mendaftarkan petani mengikuti asuransi usaha tanaman padi (AUTP-red). Tahun ini, tercatat 10 ribu hektar sawah di Buleleng telah didaftarkan menjadi peserta AUTP. Berdasarkan mekenisme, petani diwajibkan membayar premi untuk satu kali masa tanam sebesar Rp 36.000 tiap satu hektar lahan. Sisa premi Rp 180.000 per hektar lahan disubsidi oleh pemerintah.

Baca juga:  Dalam 2 Tahun Ada 3 BPR di Bali Dilikuidasi, Pengawasan Jadi Sorotan

Setelah masa tanam dan masa panen lahan sawah mengalami kerusakan tanaman baik karena bencana maupun kekeringan akan mendapat pertanggungan asuransi. Tingkat kerusakan tanaman yang akan mendapat dana pertanggungan dengan tingkat kerusakan mencapai 75 persen dari luas areal pertanian.

“Berbagai upaya yang sudah kita siapkan ini setidaknya bisa menekan kerugian yang kemungkinan dialami kawan-kawan petani di musim kemerau tahun ini. Yang jelas, dari bebrgaai refrensi dan perkiraan cuaca, sepertinya kekeirngan seperti tidak separah di daerah lain,” jelasnya. (mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *