tanah
Ribuan warga 34 Banjar Adat Desa Pakraman Karangasem saat turun ke lokasi tanah sengketa. (BP/gik
AMLAPURA, BALIPOST.com – Ribuan warga dari 34 banjar adat di Desa Pakraman Karangasem, turun ke lokasi tanah yang menjadi sengketa di Pesuguhan, Banjar Dinas Pauman, Desa Seraya, Minggu (16/4).

Warga ini ingin tahu, lokasi tanah pelaba Pura Puseh Desa Pakraman Karangasem yang kini dipersoalkan kelompok masyarakat hingga terjadi gugatan ke Pengadilan. Turun langsung ke lokasi sengketa, juga sebagai tindaklanjut dari permintaan Majelis Hakim saat persidangan yang menyatakan diperlukan PS (Pemeriksaan Setempat).

Ribuan warga sejak pagi berkumpul di Pura Puseh, kemudian bersama-sama menuju lokasi tanah yang menjadi sengketa. Sambil meninjau lokasi dan bergotong royong, warga juga membentangkan spanduk bertuliskan kecaman terhadap majelis hakim. Spanduk bertuliskan “Bu Hakim Jangan Mainkan Tanah Kami”, langsung dipasang di sekitar lokasi tanah tersebut, sebagai ungkapan bentuk protes warga. Warga tak ingin hakim berat sebelah dalam menangani kasus ini. Sejumlah warga menyatakan agar hakim menegakkan keadilan dan konsisten dengan hukum yang berlaku.

Aksi ribuan warga dari 34 banjar adat ini mendapat pengawalan ketat petugas kepolisian. Pihak kepolisian mengantisipasi juga mencegah adanya gesekan antar warga pro dan kontra dalam kasus yang kini masih dalam persidangan tersebut.

Baca juga:  Dari Pemotor Tewas Terlindas Tronton hingga Tambahan Kasus Positif COVID-19 di Bali Masih Capai Puluhan

Bendesa Desa Pakraman Karangasem, I Wayan Bagiarta, S.H.,M.H, mengatakan sikap untuk melakukan PS dari majelis hakim patut dipertanyakan.

Menurutnya, dalam logika hukum, PS tak diperlukan. Sebab, dasar hukum melakukan PS dalam perkara ini tidak ada. Dalam Undang-undang juga disebutkan tidak ada yang mengatur. Selain itu, bertentangan dengan lokasi tanah juga tidak ada. Sertifikat ganda terhadap satu objek juga pun dikatakan tidak ada.

“Hakim tak boleh melakukan tindakan tanpa dasar hukum. Penggugat dan tergugat sudah sama-sama tahu objek yang disengketakan. Tidak ada pertentangan. Kok, majelis hakim mau memaksakan mau PS. Ada apa ini?,” kata Bagiarta yang juga sekaligus koordinator penasehat hukum dari Desa Pakraman Karangasem dalam kasus ini.

Aksi turun ke lokasi tanah pelaba Pura Puseh Desa Pakraman Karangasem, dengan SHM (Sertifikat Hak Milik) No. 1214 dan SHM No.1215 ini, berlangsung aman dan damai. Selain ke lokasi tanah ini, massa juga turun ke lokasi tanah pelaba pura lainnya seluas sekitar lahan 15 hektar ini di Pesuguhan, Banjar Dinas Pauman, Desa Seraya.

Baca juga:  Ini Hasil Rapid Test KPU Karangasem

Sebelumnya, beberapa penggarap atas dua tanah plaba pura mengajukan gugatan ke PTUN Denpasar, belum lama ini. Gugatan itu dilayangkan atas terbitnya dua sertifikat tanah plaba pura itu.

Para penggugat dari penggarap tersebut antara lain I Gede Putra, I Ketut Kari, I Nengah Langkir dan Ni Nengah Sari. Dalam gugatannya ke PTUN Denpasar, mereka menggugat dua lembar sertifikat tanah plaba pura yang dikeluarkan BPN itu, karena merasa sudah puluhan tahun menempati tanah tersebut sejak leluhur mereka zaman dulu.

Dalam gugatannya, mereka berdalih bahwa tanah itu adalah pemberian pihak puri untuk mereka, padahal tanah itu sudah disertifikatkan sebagai tanah plaba Pura Puseh Desa Pakraman Karangasem.

Selain BPN, Desa Pakraman Karangasem juga turut tergugat, sebagai tergugat II Intervensi. Ada lima penasehat hukum yang mengawal penggugat di PTUN Denpasar. Mereka antara lain I Made Sukerana (mantan Wakil Bupati Karangasem), I Made Suka Ardana, I Gede Agung Suparwata, I Nyoman Sunarta dan I Nyoman Alit Suparsa.

Baca juga:  Polisi Bubarkan Warga Nongkrong hingga Amankan Miras

Bagiarta mengatakan Desa Pakraman Karangasem memiliki tanah pelaba pura dari Pura Puseh di Pesuguhan, Desa Seraya, seluas 15 hektar. Tanah plaba pura ini dikatakan sudah bersertifikat seluas satu hektar 37 are dalam dua sertifikat, dengan nomor 1214 dan 1215. Nama pemegang hak kedua sertifikat ini atas nama Pura Puseh Desa Pakraman Karangasem.

Masalah ini awalnya mulai muncul, setelah ada upaya pengaplingan tanah plaba pura itu oleh oknum yang belum terungkap sampai sekarang. Pihaknya baru tahu ada aktivitas pengkaplingan lahan plaba pura, setelah menerima informasi dari warga setempat, bahwa pohon-pohon besar di atas lahan tersebut telah dirobohkan dengan mesin.

Luas lahan yang diratakan cukup luas, mencapai empat hektar. Atas informasi itu, pihak prajuru sempat turun langsung ke lokasi. Disana, di atas lahan tersebut, ditemukan banyak tumpukan kayu gelondongan berbagai jenis, mulai dari intaran, bekul dan lainnya. Atas temuan itu, persoalan kemudian sempat dilaporkan ke Mapolres Karangasem. (bagiarta/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *