Petani di Subak Celuk Tungulun tengah membersihkan rumput liat di lahan persawahan. (BP/sos)
DENPASAR, BALIPOST.com – Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada Maret 2017 tercatat mengalami penurunan sebesar 1,01 persen. Dari 105,79 pada Februari 2017, menjadi 104,72 di bulan selanjutnya.

Dari sisi indeks yang diterima petani, tercatat mengalami penurunan sebesar 1,14 persen, dari 131,41 di bulan sebelumnya menjadi 129,90.

Menurut Kepala BPS Provinsi Bali, Adi Nugroho, NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian terhadap barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangganya maupun untuk biaya produksi produk pertanian.

Baca juga:  Pengurus HKTI Bali akan Perjuangkan Petani dari Hulu ke Hilir
Nilai Tukar Petani (NTP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase). “Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani,” jelasnya.

Lanjutnya, dari sisi indeks yang dibayar petani, juga tercatat menurun sebesar 0,14 persen, dari 124,22 menjadi 124,05. Pada bulan Maret 2017, NTP dari lima subsektor, empat diantaranya tercatat mengalami penurunan, yaitu Hortikultura (2,09 persen), Tanaman Pangan (1,20 persen), Peternakan (0,84 persen) dan Perikanan (0,64 persen). Sebaliknya, subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat tercatat mengalami kenaikan sebesar 0,05 persen.

Deflasi

Berdasarkan Indeks Harga Konsumen Pedesaan (IHKP) pada Maret 2017, daerah pedesaan di Bali tercatat mengalami deflasi sebesar 0,28 persen terhadap bulan sebelumnya. “Hal ini sejalan dengan kondisi harga perdesaan secara nasional yang juga tercatat mengalami deflasi, sebesar 0,10 persen,” terangnya.

NTP sub sektor Tanaman Pangan mengalami penurunan. Namun masih berada di bawah nilai 100. Artinya, nilai yang diterima dari hasil pertanian tanaman pangan belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan biaya produksinya.

Indeks harga yang diterima petani pada subsektor Tanaman Pangan mengalami penurunan sebesar 1,42 persen. Penurunan ini terjadi pada kelompok Padi dan Palawija masing-masing sebesar 1,89 persen dan 0,20 persen.

Sementara itu, indeks harga yang dibayar petani tercatat mengalami penurunan yang lebih lemah, yaitu sebesar 0,22 persen. Penurunan pada indeks yang dibayar petani dipengaruhi oleh turunnya Indeks Harga Konsumsi Rumah Tangga (IHKP) sebesar 0,35 persen meskipun indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) tercatat meningkat sebesar 0,44 persen.

Sedangkan penurunan sub sektor Hortikultura (NTP-H) terjadi karena indeks yang diterima petani mengalami penurunan sebesar 2,18 persen. Sedangkan indeks harga yang harus dibayar oleh petani mengalami penurunan yang lebih lemah sebesar 0,09 persen. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *