SEMARAPURA, BALIPOST.com – Warga Puri Satria Kawan, Desa Paksebali, Kecamatan Dawan menggelar tradisi lukat gni atau perang api. Tradisi turun temurun ini dilaksanakan setiap tahun pada Rahina Tilem Sasih Kesanga atau malam Pengrupukan sehari menjelang perayaan hari suci Nyepi, Senin (27/3).

Lukat Gni atau disebut juga perang api berasal dari dua kata, lukat dan gni. Lukat atau melukat berarti pembersihan dari segala kotoran lahir dan batin sementara gni berarti api. Lukat gni dapat diartikan sebagai sebuah tradisi pembersihan atau penyucian buana alit dan buana agung dari segala kotoran atau mala dengan sarana api.

Tradisi ini juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam dan manusia, sehingga terjadi keharmonisan dalam pelaksanaan catur brata penyepian. Tradisi ini diawali dengan melakukan persembahyangan bersama di pura atau merajan setempat guna memohon keselamatan dan kelancaran pelaksanaan lukat gni.

Baca juga:  Ajang Silaturahmi, Tuban Gelar Pasar Majelangu
Puluhan pemuda yang ikut ambil bagian dalam kegiatan ini selanjutnya menuju catus pata atau perempatan desa untuk melaksanakan tradisi tersebut. Di sini, para peserta selanjutnya menghantamkan api dari danyuh (daun kelapa kering) yang diikat kepada masing-masing lawan.

Tak Luka

Tidak nampak luka meski dipukul dengan api. Bahkan tidak ada dendam diantara peserta. Suasana pun tambah semarak dengan iringan tabuh baleganjur.

Tokoh spiritual Puri Satria Kawan, Mangku A.A Gde Anom Merta menyatakan, tradisi lukat gni atau perang api merupakan tradisi warisan leluhur yang ada di Puri Satria Kawan. “Sebagai generasi muda, wajib meneruskan dan melestarikan tradisi yang sudah diwariskan para tetua disini. Tradisi ini sebenarnya sudah ada sejak ratusan tahun lalu,” ujarnya usai pelaksanaan Lukat Gni, Senin (27/3).

Melalui tradisi yang dilaksanakan setiap tahun sekali ini diharapkan mampu menetralisir pengaruh-pengaruh negatif dan tercipta keharmonisan pada diri dan keseimbangan alam semesta. “Melalui Lukat Gni ini akan tercipta keharmonisan dan keseimbangan alam semesta,” sebutnya.

Salah seorang peserta Lukat Gni, A.A Gde Baskara Diningrat menyatakan, dirinya ikut tradisi ini adalah untuk melestarikan warisan leluhur. Menurutnya, dengan berbekal keyakinan yang ada dalam diri semua api yang mengenai tubuh tidak akan terasa panas. (Dewa Farendra/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *