GIANYAR, BALIPOST.com – Desa Padangtegal Kecamatan Ubud telah memiliki sistem swakelola pengelolaan sampah melalui Rumah Kompos. Sampah, oleh masyarakat, dipilah terlebih dahulu kemudian dikumpulkan di Rumah Kompos untuk dibawa ke TPA Temesi.

Sistem ini diharapkan mampu mengurangi beban pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gianyar I Wayan Kujus Pawitra, Jumat (10/3).

Menurut Kujus, sampah telah menjadi masalah klasik dan seakan tidak pernah ada habisnya. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri sehingga kesadaran masyarakat untuk turut berpartisipasi sangat diperlukan.

Baca juga:  Kelola Sampah di TPA Suwung, Ini Usulan Gubernur Bali
Menurutnya, volume sampah di Kabupaten Gianyar mencapai 15 ribu meter kubik per hari dan hanya sebagian yang mampu ditangani di TPA Temesi. ”Sisa dari yang tidak bisa ditangani inilah yang harus dipikirkan oleh semua pihak,” katanya.

Inovasi

Rumah Kompos Padangtegal Ubud, dikatakan Kujus, merupakan inovasi yang patut ditiru oleh masyarakat daerah lain dalam pengelolaan sampah mandiri. Masyarakat tidak lagi menunggu petugas dari pemerintah, tapi secara sadar dan bersama-sama membantu menjaga kebersihan lingkungan. ”Kesadaran warga Padangtegal inilah semoga bisa menggugah inspirasi daerah lainnya dalam berinovasi mengolah sampah untuk menjaga kebersihan lingkungan,” katanya.

Sementara itu, Manajer Rumah Kompos Supardi mengungkapkan, Rumah Kompos berdiri pada 2012 lalu. Pendiriannya karena ingin Ubud dan Gianyar pada umumnya menjadi wilayah yang bersih dari tumpukan sampah. Apalagi saat itu kesadaran masyarakat akan pengolahan sampah sangat kecil.

Prioritas awal berdirinya adalah sampah rumah tangga di wilayah Desa Padangtegal. Dengan dukungan aparat desa dan tokoh masyarakat, gebrakan yang cukup berani dilakukan yakni membuat Rumah Kompos.

Ia menegaskan sampah tidak akan diambil jika tidak dipilah terlebih dahulu. ”Tidak mudah memang. Warga banyak yang marah karena sampahnya tidak diangkut. Namun dengan perjuangan yang gigih, akhirnya kini masyarakat sudah terbiasa memilah sampah sebelum diangkut oleh Rumah Kompos,” ungkapnya.

Selain itu, Rumah Kompos dibantu oleh beberapa relawan dari wisatawan asing yang memang peduli terhadap lingkungan. Mereka mengajak para siswa untuk menjadi pahlawan sampah.

Seminggu sekali para siswa diajak menyusuri sungai dan beberapa fasilitas umum untuk membersihkan sampah. ”Sungai dulu itu ibarat swalayannya sampah. Berbagai jenis sampah ada di bantaran sungai, membuat kotor lingkungan. Namun kini pemandangan itu sudah tidak ada lagi,” jelasnya. (Dedy/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *